Terowongan
Neyama Peninggalan Jepang di Akar Gunung
Tahun 1955 Tulungagung dilabrak
banjir bandang. Bencana itu menyulud tekad untuk meningkatkan fungsi Terowongan
Neyama. Setahun kemudian, Dinas Pengairan Propinsi Jatim merencanakan
pembangunan Parit Raya untuk mengalirkan air dari Kali Ngasinan dan
sungai-sungai kecil yang di barat Kali Ngrowo langsung ke Samudra Indonesia.
Semua bangunan dapat diselesaikan tahun 1961

Maklum, lokasi terowongan ini memang
tepat berada di bawah pegunungan batu di kawasan Popoh, sekitar 30 km selatan
pusat kota Tulungagung. Tulungagung sudah terkenal sebagai daerah “pelanggan”
banjir tiap tahun. Dibanding dengan daerah lain di sepanjang DAS (daerah
aliran sungai) Kali Brantas, Tulungagung memiliki areal genangan terluas dan
terlama. Hal ini disebabkan kondisi daerahnya yang tidak memungkinkan untuk
mengalirkan air dengan cara drainase alami. Di samping itu, kapasitas
pengaliran ke sungai Kali Brantas menjadi berkurang, karena pendangkalan
sungai. Sumber pendangkalan adalah ali ran pasir dari Gunung Kelud. Perbaikan
sungai di kawasan Tulungagung dilakukan kali pertama tahun 1939. Perencanaannya
disiapkan oleh Ir. H. Vlughter asal Belanda.
Konsepsi perencanaannya, mengalirkan
air sungai Kali Ngasinan dan Kali Tawing ke Rawa Bening dan Rawa Gesikan dengan
sedimen secara alamiah. Hasil proyek itu berupa Dam Widoro (berikut bangunan
fasilitasnya), Sudetan Munjungan (menghubungkan Kali Tawing dan Kali Ngasinan),
Dam Sumbergayam (plus bangunan fasilitasnya), Sudetan Ngasinan-Ngrowo, serta
Pintu Air Cluwok hingga ke hilir. Kendati demikian, banjir belum
bisa tertanggulangi. Pada tahun 1944, zaman penjajahan Jepang dilaksanakan
pembuatan terowongan kecil dengan kapasitas 7 m3/detik. Terowongan ini diberi
nama dalam bahasa Jawa, Terawongan Tumpak Oyad atau lebih dikenal dengan
Terowongan Neyama. Sayang, kapasitas terowongan kurang memadai dan kurang
terpelihara, sehingga tidak bisa optimal berfungsi sebagai pengendali banjir.
Paritraya
Tahun 1955 Tulungagung dilabrak banjir bandang. Bencana itu menyulud tekad untuk meningkatkan fungsi Terowongan Neyama. Setahun kemudian, Dinas Pengairan Propinsi Jatim merencanakan pembangunan Parit Raya untuk mengalirkan air dari Kali Ngasinan dan sungai-sungai kecil yang di barat Kali Ngrowo langsung ke Samudra Indonesia. Semua bangunan dapat diselesaikan tahun 1961. Hasilnya terjadi penurunan luas daerah genangan banjir dari 28.000 ha menjadi 13.600 ha. Terowongan Neyama tak hanya untuk pengendali banjir dan irigasi lahan pertanian, namun juga penggerak turbin pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Lokasinya relatif tak jauh dari Pantai Popoh. Saat musim liburan, jalan ke terowongan (waduk) ini dijadikan jalan keluar bagi pengunjung Pantai Popoh. Dari realitas itulah,
Tahun 1955 Tulungagung dilabrak banjir bandang. Bencana itu menyulud tekad untuk meningkatkan fungsi Terowongan Neyama. Setahun kemudian, Dinas Pengairan Propinsi Jatim merencanakan pembangunan Parit Raya untuk mengalirkan air dari Kali Ngasinan dan sungai-sungai kecil yang di barat Kali Ngrowo langsung ke Samudra Indonesia. Semua bangunan dapat diselesaikan tahun 1961. Hasilnya terjadi penurunan luas daerah genangan banjir dari 28.000 ha menjadi 13.600 ha. Terowongan Neyama tak hanya untuk pengendali banjir dan irigasi lahan pertanian, namun juga penggerak turbin pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Lokasinya relatif tak jauh dari Pantai Popoh. Saat musim liburan, jalan ke terowongan (waduk) ini dijadikan jalan keluar bagi pengunjung Pantai Popoh. Dari realitas itulah,
Terowongan Neyaman layak dijadikan
objek wisata. Apalagi bangunan air dan areanya tertata rapi dan bagus. Meskipun
belum ada fasilitas lain untuk kategori wisata. Untuk mencapai Waduk Neyama
bisa melalui terminal bus Tulungagung kemudian naik mobil penumpang umum
(lazimnya Colt L-300) ke Pantai Popoh. Dari pantai ini bisa langsung ke area bendungan,
tepat di jalur keluar objek wisata pantai tersebut. Namun sayang, belum ada
kerjasama sinergis antara pengelola objek wisata pantai itu dengan PJT Divisi V
Jatim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar